Sekitar tahun 2009, di tengah-tengah bulan puasa, PSB Bonansa UNS berduka. Sosok visioner berdedikasi tinggi Drs. Soekatamsi menghembuskan nafas terakhir. “Tidak ada yang mengira kepergian Bapak, paginya Bapak itu masih beraktivitas seperti biasa, sempat ke bank, bercengkerama dengan keluarga, jogging, hingga mengurus taman”, kata sang istri Dra. Srihati Waryati atau Bu Si, sembari mengenang.
Tokoh penting PSB Bonansa UNS itu seketika ambruk ke samping saat duduk menikmati kolak untuk berbuka puasa bersama keluarga. “Tenang sekali meninggalnya, saya jadi ingat jauh hari Bapak pernah berkata jika kelak dipanggil, Beliau mengharapkan meninggalnya tidak dalam kondisi sakit apalagi hingga merepotkan orang-orang di sekitarnya”, lanjut Dra. Srihati Waryati sembari tersenyum simpul.
Berita berkabung menyebar, esok harinya banyak pelayat yang menghadiri pemakaman Drs. Soekatamsi. Selain dari pihak Bonansa, UNS, dan orang tua siswa, saat itu banyak tokoh sepakbola nasional yang menyempatkan diri untuk melayat. Satu hal yang cukup membekas di ingatan Dra. Srihati Waryati adalah ketika rombongan anak didik dan alumni PSB Bonansa UNS ikut mengiringi pemakaman menuju Klaten.
Menurut sang istri, setelah Drs. Soekatamsi meninggal, pernah suatu ketika ada seorang pelatih berlisensi nasional yang mengungkapkan kekecewaan karena belum pernah bertemu beliau untuk sekedar belajar. Semasa hidup, Drs. Soekatamsi sering ditanyai orang-orang mengenai sepakbola dan mau meluangkan waktu untuk menjelaskan.
Banyak orang yang peduli terhadap problematika PSSI atau kompetisi kelas wahid, tapi belum tentu banyak yang mau memulai dari akar rumput seperti Drs. Soekatamsi. Sosok visioner tersebut memang telah lama pergi, tapi cita-citanya perlu dilanjutkan oleh generasi penerus. Cita-cita kemajuan persepakbolaan nasional hanya dapat diraih dengan dedikasi dan konsistensi.
Comments
Post a Comment